Rabu, 21 Desember 2011

Terapi Latihan (Review)

Salah satu modalitas fisioterapi adalah menggunakan latihan untuk terapi. Bagaimana mungkin latihan dapat dijadikan bentuk terapi? inilah kelebihan yang dimiliki fisioterapis, keilmuwan dalam bidang pemanfaatan energi fisik maupun mekanis menjadi keuntungan dalam rehabilitasi fisik dan fungsi tentunya untuk pemulihan atau setidaknya menjaga kondisi supaya tidak menjadi lebih parah. Kali ini akan penulis review tentang Terapi latihan beserta isinya...semoga bermanfaat.


Review TL

Cedera Syaraf Atas

Teman sejawat tentunya telah mengetahui problematika Carpal Tunnel syndrome, nah untuk kali ini saya akan posting kondisi-kondisi yang hampir sama dengan CTS namun lebih kompleks. Ternyata masih banyak tipe dari cedera syaraf baik itu entrapment neuropati, Axonotmesis, Neuronotmesis dst. Selamat membaca




        A. Saraf Median
        
       
        1. JERATAN PADA LIGAMEN STRUTHER
       
        Ligamen  Struther  (jangan  dikelirukan  dengan  arkade
        Struther penyebab gangguan saraf ulnar), terletak 5  sm
        proksimal  epikondil medial. Saraf median  dan  arteria
        brakhial lewat dibawah ligamen ini. Kompresi saraf oleh
        ligamen  Struther  menimbulkan  sindroma  nyeri  dengan
        nyeri tekan lokal. Stern menemukan saraf median  cabang
        interosseus   anterior  dapat  tertekan  oleh   ligamen
        Struther, dengan akibat gangguan saraf motor. Fenomnena
        ini  tidak lazim. Pemeriksaan secara  elektrodiagnostik
        memperlihatkan  pengurangan  atau  hilangnya  potensial
        sensori  median  (Russel, 1991). Pada lesi  dengan  de-
        mielinasi  predominan,  kecepatan konduksi  bisa  lebih
        lambat  melintas segmen yang terkena  dengan  kecepatan
        normal  dibawahnya.  Amplituda motor  pada  pemeriksaan
        konduksi akan berkurang setelah kehilangan akson, tanpa
        peduli daerah stimulasi. Dengan demielinasi,  amplituda
        motor  hanya abnormal bila stimulasi diatas sisi  lesi.
        Pada  berbagai  keparahan kehilangan  akson,  denervasi
        akan tampak pada semua otot yang diinervasi median pada
        tangan  dan  lengan  bawah.  Tindakan  seksi   terhadap
        ligamen secara efektif mengurangi gejala.
       
       
        2. SINDROMA PRONATOR
       
        Khas  dengan  nyeri ringan hingga  sedang  pada  lengan
        bawah. Nyeri bertambah dengan pergerakan siku, supinasi
        dan pronasi berulang, dan genggaman berulang. Hilangnya
        ketangkasan  tangan, kelemahan ringan, parestesi  saraf
        median  terjadi. Baal bisa  terjadi, tidak  hanya  pada
        jari,  namun  juga  pada daerah  tenar  telapak  karena
        terkenanya  saraf kutan palmar yang dicabangkan  distal
        dari  kompresi.  Gejala menyerupai sindroma  terowongan
        karpal, namun gejala parestesia disaat tidur tidak ada.
        Nyeri  lengan  bawah  serta  nyeri  tekan  lokal  dapat
        ditimbulkan dengan mempertahankan pronasi. Tanda  Tinel
        bisa dijumpai diatas saraf.
             Tingkat anatomis dari kompresi adalah didalam otot
        pronator  teres.  Saraf  median  dan  arteria  brakhial
        terletak   antara  kedua  kepala  pronator  teres   dan
        berjalan  disebelah dalam keasal fibrosa  otot  fleksor
        digitorum  superfisial. Kompresi bisa  disebabkan  oleh
        lasertus  fibrosus  yang menebal,  otot  pronator  yang
        hipertropi, atau oleh band fibrosa yang kuat dari  otot
        fleksor   digitorum  superfisial.   Hasil   pemeriksaan
        elektrodiagnostik  sering  normal.  Bila  hasilnya  ab-
        normal,  temuan paralel dengan pasien  dengan  sindroma
        ligamen  Struther kecuali tidak adanya  denervasi  yang
        terjadi pada otot pronator teres (JA Russel, 1991).
             Tindakan  terhadap  pasien sindroma  pronator  ini
        dimulai  secara  konservatif  dengan   anti-inflamatori
        serta  pembidaian. Dilakukan pencegahan  kegiatan  yang
        bisa  mempresipitasi. Bila tindakan ini tidak  efektif,
        operasi  akan  memberikan  hasil  yang  baik.  Lasertus
        fibrosus  dibebaskan dan saraf median  ditranslokasikan
        kesubkutan dianterior otot pronator teres. Saraf  harus
        ditampilkan  mulai  distal  lengan  atas  kepertengahan
        lengan  bawah. Saraf median dan cabang  utamanya  harus
        tampak. Hati-hati agar cabang saraf kutan medial lengan
        bawah  tetap  dipertahankan.  Cedera  pada  saraf   ani
        berakibat neuroma yang nyeri.
       
       
        3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS ANTERIOR
       
        Sindroma  ini  pertama diperkenalkan  oleh  Killoh  dan
        Nevin yang meyakini bahwa penyebabnya adalah  neuritis.
        Saraf  interosseus anterior memisahkan diri dari  saraf
        median utama sekitar 8 sm distal epikondil lateral.  Ia
        memberikan  cabang sensori pada sendi  pergelangan  dan
        memberikan  inervasi  motor  keotot  fleksor   pollisis
        longus  serta  otot fleksor  digitorum  profundus  jari
        telunjuk  dan  tengah, serta otot  pronator  kuadratus.
        Daerah  penekanan sedikit lebih distal pada massa  otot
        pronator   teres  dibanding  pada  sindroma   pronator.
        Kompresi  disebabkan  asal  tendo  kepala  dalam   otot
        pronator   teres,  yang  menyilang  saraf   interosseus
        anterior pada asalnya disaraf median utama.  Pembesaran
        bursa  bisipital  juga  dijelaskan  sebagai   penyebab.
        Walau nyeri dan nyeri sentuh terjadi pada lengan  bawah
        pasien  dengan  sindroma  saraf  interosseus  anterior,
        gejala  utama dan temuan objektif adalah motor.  Harter
        menemukan bila tidak ditindak, nyeri sering  berkurang.
        Kehilangan  motor  kemudian  mengikuti.  Khas,  cubitan
        abnormal  terjadi  karena  ketidakmampuan  memfleksikan
        sendi interfalang ibu jari.
             Hasil pemeriksaan konduksi saraf khas dengan hasil
        normal  pada pasien dengan sindroma  saraf  interosseus
        anterior (JA Russel, 1991). Hasil elektromiografi jarum
        menunjukkan  denervasi  terbatas pada  tiga  otot  yang
        diinervasi  saraf ini. Terkadang pasien  secara  klinis
        menunjukkan   sindroma  ini  dengan   elektrodiagnostik
        menunjukkan  lesi  yang  lebih  proksimal  pada   saraf
        median.  Mungkin fasikel yang diperuntukkan bagi  saraf
        interosseus   anterior  terkena  lebih  selektif   pada
        keadaan   ini.  Tampilan  bedah  serupa  dengan   untuk
        sindroma pronator.
       
       
        4. SINDROMA TEROWONGAN KARPAL
       
        Epidemiologi dan Etiologi
       
        Sindroma  ini merupakan kelainan saraf karena   jeratan
        yang  paling  sering  terjadi.  Wanita  sedikit   lebih
        sering.  50 %  terjadi pada dekade kelima  dan  keenam.
        Sering  terjadi  pada pekerja  yang  melakukan  gerakan
        pergelangan  berulang  atau penekanan  yang  lama  pada
        'tumit'   tangan.  Cedera  rekreasi  pada  tangan   dan
        pergelangan semakin besar kejadiannya sebagai  penyebab
        sindroma ini. 5-10 % mempunyai riwayat cedera yang baru
        maupun lama pada pergelangannya.
             Beberapa   kelainan  sistemik   berkaitan   dengan
        sindroma ini. Artritis rematoid, amiloidosis, dan hipo-
        tiroidisme   mempredisposisi  kompresi   saraf   median
        didalam   terowongan   karpal  akibat   penebalan   dan
        hipertropi ligamen dan jaringan ikat lainnya.  Sindroma
        ini juga lebih sering terjadi berkaitan dengan kelainan
        yang   menimbulkan  demielinasi  atau  kelainan   saraf
        iskemik  seperti  DM, gagal ginjal,  atau  alkoholisme.
        Defisiensi  piridoksin  (vitamin  B6)  diduga   sebagai
        faktor  etiologis.   Gejala  transien  kompresi   saraf
        median  sangat  sering  dijumpai  pada  kehamilan   dan
        biasanya  menghilang spontan setelah melahirkan.  Semua
        lesi massa didalam terowongan karpal mungkin mengganggu
        saraf median seperti neurofibroma, sista ganglion,  dan
        tumor  jinak lainnya. Otot dan tendo  anomali,  arteria
        median  persisten  atau anomali vaskuler  lainnya  bisa
        menyebabkan sindroma ini. Keadaan lokal lainnya seperti
        inflamasi   sinovial  serta  fibrosis   (seperti   pada
        tenosinivitis),  fraktura  tulang  karpal,  dan  cedera
        termal  pada tangan atau lengan bawah bisa  berhubungan
        dengan sindroma ini.
             Phalen  mengatakan bahwa etiologi pada  kebanyakan
        adalah idiopatik. Ia membiopsi sinovium tendon  fleksor
        didekat  saraf  median. Ia menemukan  inflamasi  kronis
        serta   fibrosis  dari  fleksor   sinovialis,   seperti
        tenosinovitis,  pada  sebagian  besar  kasus.  Ia  juga
        meyakini imbalans vassomotor dari disfungsi  simpatetik
        berperan, walau belum ada bukti ilmiah.
             Terpenting,  setiap proses yang mengurangi  daerah
        potongan  melintang terowongan karpal  atau  penambahan
        isi kandungannya bisa berakibat kompresi serta  jeratan
        saraf   median,  terutama  bila  kelainan  saraf   yang
        bersamaan mempredisposisi saraf akan cedera akibat lesi
        kompresif.
       
       
        Diagnosis Klinis
       
        Gejala
       
        Sindroma ini khas dengan rasa tidak enak dan baal  yang
        tipikal dari tiga jari lateral (setengah radial tangan)
        dan  nyerinya sering dikatakan sebagai parestesia  'pin
        and  needles',  walau  terkadang  lebih  tumpul  dengan
        kualitas  nyeri. Nyeri mungkin mengenai seluruh  tangan
        atau,  pada kasus khas, menjalar  keproksimal  kelengan
        bawah,  lengan  atas,  atau  bahkan  bahu,  menyebabkan
        gejala  yang mudah dikacaukan dengan sindroma  kompresi
        akar  saraf  C6. Sindroma ini sering  bilateral,  walau
        gejala biasanya lebih buruk pada tangan yang dominan.
             Gambaran  yang  paling  membedakan  sindroma   ini
        adalah  eksaserbasi  nokturnal dari  gejalanya.  Pasien
        sering  mengeluh  terbangun oleh nyeri pada  saat  pagi
        masih  dini. Menggoyang dan mengurut tangan yang  sakit
        sering mengurangi rasa tidak enak. Diduga akinesia saat
        tidur  menyebabkan stasis vena pada  ekstremitas,  yang
        mengekaserbasi kompresi saraf median didalam terowongan
        yang  sudah sempit. Dengan menggoyang dan  menggerakkan
        tangan, kembalian vena membaik, menyebabkan pengurangan
        tekanan didalam terowongnan, jadi mengurangi parestesia
        yang tidak enak. Penggunaan tangan berlebihan, terutama
        dengan  gerakan fleksi pergelangan yang  berulang  atau
        kuat, mungkin juga memperberat gejala.
             Berbeda  dengan  kelainan saraf ulnar  pada  siku,
        dimana  tidak biasa terjadi kelemahan dan  atrofi  pada
        tahap  awal  dari sindroma  terowongan  karpal.  Atrofi
        tenar  serta kelemahan oposisi jempol  adalah  pertanda
        dari  kelainan yang lanjut. Menarik bahwa pada  sedikit
        pasien yang mulanya dengan kelemahan dan atrofi  sering
        hanya mengalami sedikit nyeri.
       
        Temuan
       
        Riwayat  saja  biasanya  menetapkan  diagnosis.  Temuan
        abnormal  pemeriksaan  neurologis  mendukung  diagnosis
        pada  pasien dengan gejala kurang khas, walau  kelainan
        objektif  umumnya jarang kecuali pada kasus yang  lebih
        parah.  Hipestesia  pada distribusi saraf  median  bisa
        dijumpai,  kecuali  diatas eminens  tenar  dan  pangkal
        telapak.  Ini karena cabang kutan palmar  saraf  median
        muncul  dari  proksimal dan menuju  permukaan  melintas
        ligamen  karpal transversa. Cabang sensori  ini  sering
        bebas  dari  efek jeratan  didalam  terowongan  karpal.
        Defisit motor lebih jarang tampak. Dua otot  terpenting
        yang  diinervasi  saraf median  distal  adalah  opponen
        pollisis  dan  abduktor pollisis brevis.  Yang  pertama
        diperiksa dengan menyuruh pasien mengoposisikan  jempol
        ketelapak dan menggerakkan kemedial menuju pangkal jari
        kelima dengan melawan tahanan. Yang terakhir  diperiksa
        dengan  menahan  abduksi aktif jempol  menjauhi  bidang
        telapak.  Denervasi  yang  bermakna  dan  jangka   lama
        terhadap otot ini menyebabkan atrofi tonjolan tenar.
             Duapertiga  pasien akan mengalami sensasi  listrik
        menyebar  ketelapak  dan tiga jari pertama  bila  saraf
        median  pada lipat pergelangan diperkusi.  Ini  disebut
        'tanda  Tinel'  yang secara klasik  dihubungkan  dengan
        jeratan  saraf median pada pergelangan;  namun  laporan
        mutakhir  menyatakan  tes  ini  bernilai  membingungkan
        dalam   memastikan   diagnosis  sindroma   ini   karena
        tingginya  kejadian  positif  palsu  pada  orang   yang
        asimtomatis. Prediktor sindroma ini yang lebih  adekuat
        adalah 'tes fleksi pergelangan Phalen'. Pasien  disuruh
        mengangkat  lengan  bawah vertikal  dengan  pergelangan
        fleksi  selama  60 detik.  Terjadinya  disestesia  yang
        nyeri menunjukkan kemungkinan besar atas diagnosis. Hal
        yang  serupa,  memompa  kuf  tekanan  darah  sekeliling
        lengan   bisa   membangkitkan  gejala.   Sekali   lagi,
        eksaserbasi gejala pada tes ini mungkin karena distensi
        vena didalam dinding yang kaku dari terowongan karpal.
       
       
        Elektrodiagnostik
       
        EMG dan kecepatan konduksi saraf harus dilakukan  untuk
        menegaskan,   bukan  memastikan,  diagnosis.   Indikasi
        operasi  tidak  semata berdasar hasil  tes  ini,  namun
        lebih  berdasarkan  pada  temuan  klinis.   Pemeriksaan
        elektrodiagnostik membantu membedakan sindroma ini dari
        kelainan lain seperti jepitan akar saraf servikal  atau
        sindroma pintu torasik.
             Temuan  kelainan yang paling sensitif  dan  paling
        dini   adalah  pemanjangan  latensi  konduksi   sensori
        melintas pergelangan. Normalnya latensi distal  melalui
        terowongan  karpal  keabduktor pollisis  brevis  adalah
        kurang dari 4.5 milidetik. Latensi motor yang memanjang
        umumnya  terjadi  pada  proses  jeratan  lebih  lanjut.
        Amplituda  potensial aksi sering  berkurang.  Potensial
        denervasi opponen pollisis dan abduktor pollisis brevis
        menunjukkan  keparahan  dan  mungkin  kerusakan   saraf
        median yang irreversibel.
             Kecepatan   dan  latensi  konduksi  saraf   secara
        fisiologis bervariasi, seperti terhadap usia dan status
        metabolik  pasien,  suhu, catu vaskuler,  dan  parahnya
        edema  pada lengan. Bila pemeriksaan  elektrodiagnostik
        meragukan,   tunggu  4-6  minggu  untuk   mrngulanginya
        sebelum  memutuskan  tindakan  bedah.  Walau   kelainan
        listrik   tidak  terbukti  pada  hingga  10 %   pasien,
        beberapa   ahli  tidak  memikirkan   dekompresi   tanpa
        penegasan elektrodiagnostik.
       
       
        Diagnosis Diferensial
       
        Bedakan dengan proses serupa yang menyebabkan nyeri dan
        disfungsi neurologis pada aspek radial lengan bawah dan
        tangan.  Termasuk  juga pleksus brakhial  karena tumor,
        trauma  atau  inflamasi,  dan  jarang  sindroma   pintu
        torasik.  tersering adalah  radikulopati  C6-C7  karena
        herniasi diskus servikal atau spondilosis. Khas,  nyeri
        berasal dari leher dan bahu dan menyebar turun kelengan
        sebagai nyeri tajam keaspek radial tangan.  Eksaserbasi
        nyeri dengan menggerakkan tulang belakang leher  adalah
        faktor  diagnostik  bermakna pada sindroma  nyeri  ini.
        Umumnya penekanan akar saraf C6-C7 menimbulkan  defisit
        motor  pada lengan atas, seperti kelemahan biseps  atau
        triseps,  dan berkurangnya refleks tendon  dalam.  Otot
        tangan intrinsik relatif tidak terkena.
             Saraf  median  mungkin  terjerat  ditempat   lain.
        Sindroma  pronator  disebabkan  kompresi  pada   lokasi
        sekitar  distal  humerus,  siku  dan  proksimal  lengan
        bawah.  Jeratan  didaerah ini  menyebabkan  nyeri  pada
        permukaan  voler lengan bawah dan  hipestesia  setengah
        radial  tangan.  Kelemahan  otot  tenar  lebih  jarang.
        Gejala  biasanya  ditimbulkan  oleh  gerakan,  terutama
        fleksi kuat siku atau pronasi lengan bawah. Tes  fleksi
        pergelangan  Phalen khas negatif. Juga sindroma  inter-
        osseus  anterior menyebabkan nyeri  diproksimal  lengan
        bawah. Nyeri ini ditimbulkan oleh gerakan dan berkurang
        dengan istirahat. Karena ia mengenai cabang interosseus
        anterior  sebelah distal ia meninggalkan  saraf  median
        difossa kubiti, inervasi sensori dan motor dari  tangan
        tidak  langsung terkena, walau nyeri  mungkin  menyebar
        ketangan.
             Sindroma   terowongan  karpal  mungkin   bersamaan
        dengan  lesi  lain pada akar saraf,  pleksus  brakhial,
        atau  saraf  median.  Radikulopati  servikal  bersamaan
        ditemukan  pada  lebih dari  10 %  sindroma  terowongan
        karpal  yang  dibuktikan secara elektrik.  Ini  dikenal
        sebagai  'double crush syndrome'. Dugaan atas  sindroma
        ini  berdasar  konsep bahwa  kompresi  proksimal  saraf
        mungkin melemahkan kemampuan saraf untuk bertahan  atas
        kompresi yang lebih distal.
       
       
        Pengelolaan
        
        Terapi non-bedah
       
        Banyak  kasus,  terutama yang ringan atau  yang  tampil
        pada  awal  perjalanan  penyakit,  sembuh  sendiri  dan
        spontan tanpa operasi. Pada kasus yang berkaitan dengan
        kelainan   sistemik,  seperti  akromegali   dan   hipo-
        tiroidisme,  tindakan atas penyakit  yang  mendasarinya
        mungkin memperbaiki atau menghilangkan gejala.
             Kejadian pada kehamilan diduga karena retensi  air
        pada  jaringan  ikat  sekitar  pergelangan.  Disestesia
        nokturnal dan eksersional pada setengah radial  telapak
        terjadi  pada 10-25 % wanita hamil.  Sindroma  biasanya
        terjadi bilateral. Onset gejalanya khas pada  trimester
        ketiga.  Penyembuhan biasanya spontan  beberapa  minggu
        setelah melahirkan pada kebanyakan kasus. Terapi dengan
        analgesik dan pembidaian. Pada kasus yang jarang, nyeri
        refrakter  terhadap tindakan nonbedah; beralasan  untuk
        operasi dekompresi dalam anestesi lokal. Kehamilan yang
        berturutan dengan episoda sindroma berulang, menegaskan
        hubungan sindroma ini dengan kehamilan.
             Diuretik   mungkin  membantu  pada   pasien   yang
        berhubungan  dengan retensi cairan berlebihan,  seperti
        pada gagal jantung bendungan. Mengontrol  hiperglikemia
        pada  DM  dan  mengurangi  berat  pada  obesitas   akan
        mengurangi  gejala.  Analgesia adekuat  didapat  dengan
        obat  anti-inflamasi  non-steroid, walau  untuk  jangka
        panjang  belum jelas menfaatnya.  Pemberian  piridoksin
        secara  luas tidak dianggap bermanfaat.  Bila  sindroma
        berhubungan  dengan  pekerjaan, rubah cara  kerja  atau
        ganti pekerjaan.
             Gejala  ringan  dan awal mungkin  membaik  setelah
        tiga  minggu  penyuntikan steroid;  namun  bila  gejala
        lebih berat, gagal berreaksi terhadap cara ini. Lainnya
        menemukan  bahwa penyuntikan steroid  hanya  mengurangi
        gejala  secara temporer. Pada dekade terakhir cara  ini
        sudah  ditinggalkan. Indikasi primernya,  bagaimanapun,
        mungkin  mengontrol gejala selama penyebabnya  temporer
        dan reversibel seperti kehamilan, atau setelah  operasi
        gagal.
       
       
        Terapi Bedah
       
        Indikasi  operasi pembebasan terowongan  karpal  adalah
        (1) pengecilan   tenar   dan  disfungsi   tangan   yang
        progresif cepat, atau (2) gejala yang jelas yang  tidak
        berkurang dengan cara konservatif.
             Pada  kasus bilateral, jarang  diperlukan  operasi
        secara   bersamaan.  Tangan  yang  lebih  parah   (bila
        simetris,  tangan yang nondominan)  dioperasi  pertama.
        Tangan  kontralateral  dioperasi 6  minggu  setelahnya,
        setelah tangan pertama membaik dan menuju fungsi penuh.
        Umumnya  disetujui  bahwa tindakan  simultan  bilateral
        akan  menyebabkan gangguan fungsi  dan  ketergantungan,
        walau untuk sementara. Sering gejala tangan yang  tidak
        terlalu terganggu membaaik spontan dan tidak memerlukan
        operasi.
       
       
        b. Saraf Ulnar
       
        1. ARKADE STRUTHER
       
        Terletak  dimana  saraf  ulnar  lewat  melalui   septum
        intermuskuler medial kekompartemen posterior. Ia adalah
        septum  fibrosa yang terletak 8 sm proksimal  epikondil
        medial.  Arkade  ini  jarang  sebagai  tempat  kompresi
        primer.  Menjadi penting setelah  transposisi  anterior
        saraf karena tarikan proksimal menjerat saraf.  Penting
        untuk  melepas 'band' saat mentransposisi  saraf  untuk
        mencegah kompresi sekunder ini.
       
       
        2. KANAL GUYON
        
        Terdapat  pada  aspek  medial  dari  pergelangan.  Tepi
        anteriornya  adalah ligamen karpal voler,  sedang  tepi
        posteriornya ligamen karpal transversa. Didalam  kanal,
        saraf ulnar berjalan bersama arteria dan vena ulnar dan
        membagi  menjadi cabang sensori dan motor. Lesi  distal
        hanya  mengenai  cabang motor,  sedang  lesi  proksimal
        mengenai  baik  cabang  motor  maupun  sensori.  Karena
        cabang  motor terletak dalam dan terikat saat  melewati
        sekitar  kait tulang hamat, ia terancam lesi  kompresif
        (GJ  Gumley, 1991). Lesi desak ruang  seperti  ganglia,
        berakibat  kompresi  seperti pada cedera  kerja  kronik
        pada  pemakai sepeda dan orang yang menggunakan  tangan
        sebagai  palu.  Lesi  desak ruang  bisa  dijumpai  pada
        pasien dengan fraktura tulang pisiform atau kait tulang
        hamat.
             Paresis motor sejati berakibat 'clawhand'  sebagai
        akibat  kelemahan intrinsik dan separasi  jari  keempat
        dan kelima (Tanda Wartenberg). Kompresi saraf  campuran
        menimbulkan  parestesia  dan kehilangan  sensori  serta
        'clawhand' tipikal.
             Temuan  elektrodiagnostik tergantung  apakah  lesi
        predominan aksonal atau demielinasi (JA Russel,  1991).
        Pada  lesi demielinasi, perlambatan latensi  motor  dan
        sensori melintas pergelangan bisa diharapkan,  terutama
        bila   pemeriksaan  sensori  dilakukan  dengan   teknik
        palmar, dan konduksi motor dilakukan saat mencatat dari
        otot  interosseus  dorsal pertama. Pada  lesi  aksonal,
        amplituda  motor  dan sensori berkurang  dan  denervasi
        ditemukan pada otot ulnar tangan. Pengurangan amplituda
        cabang  kutan  dorsal saraf ulnar atau  denervasi  pada
        otot   ulnar  lengan  bawah  menunjukkan  adanya   lesi
        proksimal dari pergelangan.
             Bila  pasien tidak berreaksi atas  pembidaian  dan
        obat anti inflamatori, kanal harus dieksplorasi. Harter
        menganjurkan  bahwa  operasi diindikasikan  lebih  dini
        dibanding  pasien dengan kelainan saraf  kompresi  lain
        karena  terganggunya  motor.  Cabang  permukaan  maupun
        dalam  dari  saraf didalam  kanal  harus  dieksplorasi.
        Semua  massa  seperti sista ganglion atau  kait  tulang
        hamat yang bergeser harus dibuang.
       
       
        3. SINDROMA TEROWONGAN KUBITAL
       
        Karena pentingnya fungsi tangan pada kehidupan  sehari-
        hari,  saraf  ulnar,  yang  memberikan  inervasi  motor
        utama  pada  tangan,  mungkin merupakam  saraf  perifer
        somatik  terpenting  pada tubuh. Kelainan  saraf  ulnar
        berakibat cacad bermakna akibat hilangnya fungsi tangan
        akibat  nyeri,  baal dan kelemahan.  Penyebab  kelainan
        saraf   ulnar   tersering  adalah   jeratan,   jepitan,
        regangan, atau gesekan pada atau sekitar siku.
             Karena  tumpang-tindihnya  proses  patologis  yang
        dapat  menimbulkan  kelainan  saraf  ulnar  pada  siku,
        tinjauan  atas  penyebab dan tindakan  yang  dilaporkan
        pada  literatur  dapat membingungkan  dan  menyesatkan.
        Misalnya  adalah berbagai istilah yang  diberikan  pada
        beberapa  dekade  terakhir untuk  menjelaskan  fenomena
        kelainan  saraf  ulnar pada siku. Proses  penyakit  ini
        pernah  dikatakan sebagai palsi ulnar  lambat  (tardy),
        neuritis  ulnar  traumatika,  neuritis  kompresi  saraf
        ulnar,   sindroma   Feindel-Osborne,   serta   sindroma
        terowongan kubital.
             Beberapa istilah seperti palsi ulnar lambat  tidak
        memadai  untuk  menjelaskan kebanyakan  kelainan  saraf
        ulnar. Istilah ini digunakan hanya untuk pasien  dengan
        perburukan  fungsi saraf ulnar yang lambat  dan  kronik
        dalam  beberapa bulan atau tahun setelah  cedera  siku,
        terutama  bila bersamaan dengan fraktura  suprakondiler
        atau  fraktura epikondil medial. Istilah  yang  disukai
        saat  ini adalah sindroma terowongan  kubital.  Istilah
        ini  terkadang terlalu menyederhanakan: kelainan  saraf
        ulnar  pada siku mungkin akibat beberapa faktor  selain
        kompresi didalam terowongan kubital, seperti subluksasi
        berulang  saraf  ulnar  keluar  alurnya,  atau  jeratan
        proksimal  atau  distal  terowongan  kubital.   Istilah
        sindroma   terowongan  kubital,  secara   luas,   yaitu
        kelainan  saraf fokal yang mengenai saraf  ulnar  dalam
        lingkungan terowongan kubital.
       
       
        Anatomi Bedah
       
        Perjalanan Anatomik Saraf Ulnar
       
        Saraf  ulnar  adalah saraf terbesar yang  berasal  dari
        kord  medial  pleksus brakhial. Membawa  serabut  saraf
        dari  saraf  servikal kedelapan  dan  torasik  pertama.
        Dilengan  atas, berjalan medial dari  arteria  brakhial
        hingga  pertengahan  lengan,  dimana  menembus   septum
        intermuskuler  dan  berjalan menuju  aspek  dorsal  dan
        medial  siku sepanjang kepala medial  triseps.  Setelah
        melalui  belakang  epikondil medial humerus  pada  alur
        antaranya dengan olekranon (dikenal sebagai  terowongan
        kubital), saraf ulnar memasuki lengan bawah antara  dua
        kepala otot fleksor karpi ulnaris.
             Melintas  alur ini, saraf  berjalan  kekompartemen
        ekstensor  lengan kekompartemen fleksor  lengan  bawah.
        Lebih  kedistal  lengan bawah,  saraf  ulnar  bergabung
        dengan arteria ulnar dan muncul kearah permukaan  tepat
        lateral  dari  fleksor karpi ulnaris  sebelum  berjalan
        melintas   pergelangan  medial,  superfisial   terhadap
        ligamen  karpal  transversa  (retinakulum  fleksor)  ke
        tangan.
       
       
        Inervasi Oleh Saraf Ulnar
       
        Seperti  saraf  median,  saraf  ulnar  tidak  mempunyai
        cabang  di lengan, namun menginervasi lengan bawah  dan
        tangan. Tidak seperti saraf median, serabut motor saraf
        ulnar  terutama  menginervasi tangan  dibanding  lengan
        bawah.
             Walau   saraf   ulnar  memberi   sejumlah   cabang
        artikuler kecil pada sendi siku, namun tidak sebelum ia
        melalui  antara  kedua  kepala  fleksor  karpi  ulnaris
        dimana  ia mencatu inervasi motor dan  sensori.  Ketika
        saraf   terletak  superfisial  setelah  melalui   perut
        fleksor karpi ulnaris, dimana ia memberi inervasi motor
        padanya  dan  otot  fleksor  digitorum  profundus,   ia
        memberi  cabang kutan palmar yang menembus fasia  tepat
        proksimal   pergelangan  dan  mencatu   kulit   eminens
        hipotenar  dan  aspek  median  telapak.  Cabang   kutan
        dorsal  saraf ulnar muncul 5 sm. proksimal  pergelangan
        dan  membelok  kedorsal, dimana ia  memberikan  serabut
        sensori  untuk setengah medial dorsum tangan  dan  jari
        keempat dan kelima.
             Kepentingan  bedah atas cabang kutan  saraf  ulnar
        adalah  cabang kutan antebrakhial medial.  Walau  tidak
        secara anatomis merupakan cabang saraf ulnar, ia cabang
        dari  kord  medial pleksus brakhial  pada  daerah  asal
        saraf  ulnar.  Ia menembus fasia brakhial  pada  bagian
        bawah  lengan pada aspek medial. Cabang  anterior  yang
        lebih besar saraf kutan ini memberikan serabut  sensori
        keaspek  ventral  dan medial lengan distal  dan  lengan
        bawah proksimal, serta fossa kubital. Cabang ulnar yang
        lebih  kecil melalui ventral epikondil  medial  humerus
        dan mencatu kulit pada aspek dorsomedian lengan  bawah.
        Putusnya  satu atau lebih cabang saraf  kutan  anterior
        median ini saat dekompresi atau transposisi saraf ulnar
        pada  siku dapat menyebabkan baal lengan  bawah  medial
        atau nyeri karena pembentukan neuroma.
             Setelah melalui telapak, saraf ulnar membagi  diri
        menjadi  cabang  superfisial dan cabang  dalam.  Cabang
        superfisial  membawa  serabut sensori  keaspek  telapak
        jari  kelima dan setengah median jari  keempat.  Cabang
        dalam  (motor)  berjalan  dalam  melalui  otot  eminens
        hipotenar  yang  diinervasinya.  Kompartemen  hipotenar
        terdiri  tiga  otot: abduktor  digiti  minimi,  fleksor
        digiti  minimi  brevis,  dan  opponens  digiti  minimi.
        Selanjutnya arkusnya melintas telapak, mencatu inervasi
        lumbrikales  ketiga dan empat, semua otot  interosseus,
        dan adduktor pollisis.
       
       
        Anatomi Terowongan Kubital
       
        Ketika  saraf ulnar melalui alur  dibelakang  epikondil
        medial  humerus  dan melewati sendi siku,  ia  terletak
        pada  arkade fibrosa yang dibentuk oleh jaringan  fasia
        padat. Aponeurosis ini menjembatani secara  transversal
        alur dari perlekatan satu kepala fleksor karpi  ulnaris
        pada epikondil medial humerus untuk melekat pada kepala
        lainnya  pada  aspek medial olekranon.  Terowongan  ini
        dikenal sebagai 'terowongan kubital'.
             Tepi paling proksimal arkade fibrosa ini,  dikenal
        sebagai band Osborne, sering menebal dan sering sebagai
        tempat  kompresi saraf dibawahnya. Selain saraf  ulnar,
        isi lain terowongan kubital adalah ligamen  ulnohumeral
        yang   menghubungkan  sendi  siku   [terutama   ligamen
        kolateral  ulnar  (atau  medial)]  dan  sejumlah  kecil
        jaringan fibrolemak.
             Terowongan  kubital secara anatomis  dapat  dibagi
        tiga   bagian:   (1) pintu   masuk   terowongan   tepat
        dibelakang  epikondil medial, (2) daerah  sekitar  apo-
        neurosis fasial yang menghubungkan kedua kepala fleksor
        karpi ulnaris, dan (3) perut otot fleksor karpi ulnaris
        sendiri.
       
       
        Faktor  Anatomis dan Fisiologis yang  Berkaitan  dengan
        Kelainan Saraf Ulnar pada Siku
       
        Sindroma   ini  mungkin  disebabkan   sejumlah   proses
        patologis. Tidak semua proses patologis tersebut adalah
        lesi kompresif atau proses jenis jeratan. Neuritis yang
        berhubungan dengan gesekan mungkin berperan nyata  pada
        terjadinya  sindroma  ini. Ini  mungkin  terutama  pada
        dislokasi kronik dan berulang saraf dari alur ulnar.
             Kompresi  saraf ulnar didalam  terowongan  kubital
        paling sering akibat konstriksi saraf oleh  aponeurosis
        diatasnya.  Lebih jarang akibat agen kompresif  seperti
        inflamasi,  sinovitis rematoid, lipoma dan tumor  lain,
        fragmen  tulang, osteofit dari artikulasi  ulnohumeral,
        dan  anomali  jarang  yang  disebut  otot  epitrokhleo-
        ankoneus  persisten. Jeratan diluar terowongan  kubital
        sudah   diketahui.   Setiap   daerah   seperti   septum
        intermuskuler  medial, arkade struther,  kepala  medial
        triseps,  dan alur antara dua perut otot fleksor  karpi
        ulnaris sudah diketahui sebagai tempat kompresi.
             Etiologi  sering  lainnya adalah  cedera  berulang
        atau  tekanan pada saraf, seperti  kebiasaan  bersandar
        pada  meja dengan siku saat bekerja.  Kegiatan  seperti
        menyekop, mengayun kapak atau cangkul, dan tidur dengan
        lengan fleksi pada siku memacu timbulnya kelainan saraf
        ulnar.
             Kelainan   saraf  mungkin  karena  perubahan   isi
        terowongan  kubital  pada  fleksi  dan  ekstensi.  Pada
        ekstensi,  terowongan  mempunyai isi  terbesar,  karena
        longgarnya aponeurosis diatasnya dan ligamen  kolateral
        ulnar  dibawahnya.  Saat fleksi, dua  titik  perlekatan
        aponeurosis  pada  epikondil  dan  olekranon  menyebar,
        menyebabkan atap fasial menjadi tegang. Hal yang serupa
        terjadi  pada ligamen kolateral ulnar sepanjang  lantai
        terowongan  yang  menjadi  tegang.  Pengurangan  volume
        terowongan kubital berakibat kompresi dan iskemia fokal
        pada  saraf. Fleksi siku dan peregangan  berulang  pada
        saraf ulnar sekitar epikondil medial juga berperan pada
        kerusakan saraf.
             Proses kompresif kronis seperti yang dijumpai pada
        fraktura  siku  yang  malunion  serta  cubitus   valgus
        mungkin  menyebabkan  palsi  ulnar  tardy.  Sebaliknya,
        kejadian akut tunggal dapat menyebabkan kelainan  saraf
        ulnar  pada  siku; benturan tajam  pada  siku,  injeksi
        steroid pada siku untuk bursitis atau epikondil medial,
        dan terbaring untuk waktu tertentu pada permukaan keras
        dengan siku tak terlindung (seperti pada kamar  operasi
        atau  mabuk). 10-30 % kasus adalah idiopatik dan  etio-
        logi kelainan sarafnya tak dapat dijelaskan.
             Seperti  saraf  median  pada  sindroma  terowongan
        karpal,  saraf ulnar menjadi lebih terancam  atas  lesi
        kompresif  oleh proses metabolik yang  menyebabkan  de-
        mielinasi,  edema endoneural/perineural, serta  iskemia
        saraf  seperti  terjadi pada DM, alkoholisme  dan  mal-
        nutrisi,  defisiensi  vitamin, atau  sindroma  paraneo-
        plastik.
       
       
        DIAGNOSIS KLINIS
       
        Gejala dan temuan
       
        Baal  dan 'tingling' aspek ulnar tangan, kelemahan  dan
        kekakuan,  atrofi tenar dan interossei  dorsal  pertama
        adalah keluhan tersering. berbeda beda dengan  sindroma
        terowongan karpal, nyeri jarang sebagai komponen  utama
        dari  kompleks gejala.  Nyeri disebut sebagai   sensasi
        sakit pada medial siku dan lengan bawah bersama  dengan
        disestetik tingling pada tangan. Nyeri perih jarang dan
        harus mewaspadakan akan kelainan lain, seperti kelainan
        akar  servikal. Pasien mungkin  mengeluhkan  perburukan
        mendadak  setelah  bekerja atau  gerak  fleksi-ekstensi
        yang  kuat  dan berulang pada siku. Pasien  yang  tidur
        dengan tangan dibawah kepala, menyebabkan 'hiperfleksi'
        siku yang lama, mengalami gejala yang lebih jelas  saat
        bangun.
             Gay  dan  Love  menemukan  atrofi  otot  intrinsik
        tangan  dan kelemahan pada 90 % pasien paralisis  ulnar
        tardy.  Nyatanya  atrofi yang nyata  sering  dikalahkan
        oleh adanya perubahan sensori dan kelemahan  subjektif.
        Hipoestesia  pada  distribusi saraf ulnar  pada  tangan
        dijumpai pada 75 % pasien. Setengahnya dijumpai  dengan
        pembesaran  dan  pembengkakan saraf ulnar  yang  teraba
        dibelakang siku. Beberapa dengan nyeri sentuh saraf.
             Perubahan   atrofik  tangan  bisa  sangat   jelas.
        Tonjolan hipotenar sering mendatar, terutama  sepanjang
        sisi  medial tangan. Lebih mengesankan  adalah  depresi
        antara  jempol dan telunjuk pada aspek  dorsal  tangan,
        menunjukkan atrofi otot interosseus dorsal pertama.
             Tiga  otot pada tonjolan hipotenar untuk  abduksi,
        adduksi,  fleksi  dan rotasi jari kelima.  Yang  paling
        mudah  untuk diperiksa adalah abduktor  digiti  minimi.
        Kelemahan  otot  ini tampil sebagai  kesulitan  membuka
        (abduksi)  jari-jari. Termudah dilihat bila  kelemahan-
        nya uni lateral, hingga bisa dibandingkan dengan tangan
        lainnya.  Kelemahan adduksi kelingking disebut  sebagai
        tanda  Wartenberg,  mungkin temuan  motor  yang  paling
        sensitif padaada sindroma terowongan kubital.
             Karena kebanyakan otot yang diinervasi saraf ulnar
        menyangkut   fleksi  jari,  kekuatan  genggam   mungkin
        indikator  penting  pada fungsi saraf  ulnar.  Adduktor
        polisis dites dengan menjepit kertas antara jempol  dan
        telunjuk.  Kelemahan  berakibat kertas  mudah  ditarik.
        Sebagian  pasien mengkompensasinya dengan  memfleksikan
        sendi interfalang jempol dengan memakai fleksor polisis
        longus,  yang  diinervasi cabang  interosseus  anterior
        saraf  median.  Ini disebut tanda  Froment,  khas  pada
        kelainan saraf ulnar.
             Kelemahan  otot fleksor karpi ulnaris dan  fleksor
        digitorum profundus (yang diinervasi saraf ulnar  tepat
        didistal siku) jarang dilaporkan sebagai temuan  klinis
        pada  sindroma  terowongan  kubital.  Beberapa   secara
        keliru  menganggap karena saraf yang menginervasi  otot
        ini   berasal  proksimal  dari  siku.  Campbell   hanya
        menemukan  10 %  yang timbul pada atau  proksimal  dari
        terowongan  kubital. Disimpulkan bahwa utuhnya  fleksor
        karpi  ulnaris  tidak berhubungan dengan  tingkat  asal
        percabangannya,  namun lebih karena  hubungannya  dalam
        topografi  neural  internal  serta  berat  dan  tingkat
        kompresi.  Yang lain memastikan mengapa otot ini  bebas
        dari  kehilangan innervasi: serabut yang  menginnervasi
        terletak pada aspek dalam dari saraf dan terhindar dari
        efek   kompresi  oleh  serabut  yang   terletak   lebih
        kepermukaan tangan.
             Kelemahan  tampaknya lebih sering dari  pada  yang
        dilaporkan.  Karena  sulitnya melacak  perubahan  motor
        yang  halus,  kelemahan mungkin  tidak  diperiksa  atau
        terabaikan.  Walau  tidak bisa  secara  tepat  menaksir
        fungsi  otot  fleksor karpi ulnaris, Craven  dan  Green
        menemukan  kelemahan fleksor digitorum  profundus  pada
        66 %  pasien.  Sebagai  tambahan,  Campbell   menemukan
        kelainan  EMG berat fleksor karpi ulnaris  pada  hampir
        setengah kasus kelainan ulnar.
             Perkusi  daerah  diatas  alur  ulnar   menimbulkan
        tingling dan baal pada medial lengan bawah dan  tangan.
        Fenomena  ini serupa dengan tanda Tinel  pada  sindroma
        terowongan  karpal.  'Tinel' positif pada  saraf  ulnar
        adalah  temuan  nonspesifik dan sering  ditemukan  pada
        orang  tanpa  bukti lain adanya kelainan  saraf  ulnar.
        Terkadang  fleksi  maksimal siku untuk 1-2  menit  bisa
        mengakserbasi   gejala.  TesTes  fleksi  siku  ini,   yang
        kegunaannya  belum terbukti, mungkin analog dengan  tes
        fleksi pergelangan Phalen pada jeratan saraf median.
             Kubitus  valgus, epikondilitis  medial,  sinovitis
        rematoid,  dan massa seperti umor atau  fragmen  tulang
        bisa  dijumpai. Kebanyakan dari temuan  ini  memerlukan
        tindakan yang berbeda dari sindroma kubital  idiopatik.
        Ini  terutama  bila saraf  ulnar  mengalami  subluksasi
        keluar alurnya dan diatas epikondil medial dapat diraba.
        Tes Diagnostik
       
        Semua  pasien diduga sindroma terowongan kubital  harus
        mendapatkan  pemeriksaan  EMG  dan  kecepatan  konduksi
        saraf (NCV), sinar-X siku dan tulang belakang servikal.
             EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk
        menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai
        (1) kelainan saraf metabolik atau nutrisional,  seperti
        polineuropati  diabetik dan (2) tempat  jeratan  kedua,
        seperti gangguan akar C8 (hingga disebut 'double  crush
        syndrome').  Hasil  tes elektrodiagnostik  tidak  boleh
        digunakan  sebagai alat diagnostik primer  untuk  meng-
        indikasikan operasi.
             Mungkin indikator elektrodiagnostik untuk kelainan
        saraf  ulnar pada siku yang paling spesifik  dan  masuk
        akal  adalah  perlambatan kecepatan  konduksi  melintas
        siku.   Walau  nilai  normal  belum  pasti,   kecepatan
        konduksi  (NCV) saraf ulnar umumnya 47-65  m/dt  dengan
        rata-rata  55 m/dt. Pengurangan kecepatan  kurang  dari
        25 %  mungkin  tidak  bermakna.  Pengurangan  kecepatan
        lebih  dari  33 % mungkin menunjukkan  proses  gangguan
        saraf disiku.
             Temuan   EMG   lain  yang   menunjukkan   sindroma
        terowongan kubital adalah berkurangnya jumlah potensial
        aksi  unit motor, fibrilasi dan gelombang positif,  dan
        pada  kasus  yang lebih  berat,  potensial  reinnervasi
        polifasik.   Indikator  sensitif   perubahan   konduksi
        lainnya  adalah  hilangnya  potensial  sensori  evoked.
        Posisi  siku  harus harus standar pada  saat  melakukan
        pemeriksaan  elektrodiagnostik. Variasi  pembacaan  NCV
        bisa  terjadi  saat fleksi dan  ekstensi,  bahkan  pada
        orang normal.
             Sinar-X   siku   memberikan   informasi    berguna
        menyangkut etiologi yang membantu rencana  pengelolaan.
        Spur  artritik,  tumor tulang, fraktura,  atau  kubitus
        valgus bisa ditemukan. Tampilan anteroposterior sedikit
        oblik,  disebut  sebagai tampilan  terowongan  kubital,
        paling bermanfaat.
       
       
        Diagnosis Diferensial
       
        Banyak proses patologis kord tulang belakang menyerupai
        sindroma  ini,  semua mungkin tampil dengan  tanda  dan
        gejala  motor  yang predominan.  Bila  pasien  mengeluh
        'tangan  baal dan kaku', pikirkan lesi  kord  intrinsik
        seperti  tumor intrameduler,  siringomielia,  sklerosis
        lateral  amiotrofik, dan lesi kord  ekstrinsik  seperti
        kelainan saraf spondilitik servikal. Penyebab nyeri dan
        disfungsi  tangan  lainnya  adalah  (1)  gangguan  akar
        servikal  karena  osteofit atau diskus  yang  mengalami
        herniasi,  (2)  tumor Pancoast dan  lesi  lain  pleksus
        brakhial bawah dan medial, dan (3) kompresi saraf ulnar
        ditempat  lain, seperti pada terowongan Guyon.  Sebagai
        tambahan,  berbagai  gangguan saraf  sistemik,  seperti
        defisiensi nutrisional atau DM, mungkin berdiri sendiri
        atau   bersama  dengan  sindroma   terowongan   kubital
        menyebabkan  kelemahan,  atrofi, nyeri  dan  baal  pada
        distal  ekstremitas  atas.  Terkadang,  pengaruh   usia
        menyebabkan atrofi dan disfungsi tangan intrinsik.
       
       
        TINGKATAN PENYAKIT
       
        Kesulitan utama menilai dan membandingkan hasil  terapi
        sindroma terowongan kubital adalah tidak adanya  sistem
        penderajatan  penyakit  yang dipakai luas  dan  seragam
        untuk  mengkategorikan pasien prabedah  berdasar  berat
        gejala dan pasca bedah untuk hasil operasi. Skema  yang
        paling  sering digunakan adalah yang  diajukan  McGowan
        pada  1950.  Sistem  penderajatan  ini  berdasar   pada
        kelemahan otot. Derajat I memiliki 'lesi minimal dengan
        tidak  dijumpainya kelemahan otot tangan'. Lesi  inter-
        mediet dikatakan derajat II. Derajat III adalah  pasien
        dengan  'lesi berat, dengan paralisis satu  atau  lebih
        otot   intrinsik   ulnar'.  Sayangnya   derajat   sulit
        ditentukan  dan  mengabaikan gambaran  penting  seperti
        nyeri dan baal.
             Devon  merancang  sistem penderajatan  yang  lebih
        mendalam dan mudah berdasar perubahan sensori dan motor
        dan  temuan  fisik  lain seperti tanda  Tinel  dan  tes
        fleksi  siku.  Ia  membagi  beratnya  gejala   penyakit
        prabedah  sebagai  ringan,  sedang  dan  berat.   Walau
        merupakan  sistem  yang  baik  untuk  mengkategori  dan
        membandingkan pasien berdasar derajat defisit prabedah,
        penggunaannya  untuk  mengklasifikasikan  hasil   pasca
        bedah adalah rumit dan sulit digunakan.
             Metoda  pembanding lain adalah menggunakan  sistem
        skor  dengan nilai, dijelaskan Gabel dan Amadio.  Nilai
        diberikan berdasar beratnya tiga faktor: fungsi  motor,
        sensasi dan nyeri. Tidak ada nilai yang diberikan untuk
        gejala  paling berat; peninggian nilai diberikan  untuk
        gejala yang kurang berat. Hasil pasca bedah dapat  juga
        diderajatkan  kedalam sempurna, baik, sedang dan buruk.
        Tidak  peduli  cara penderajatan yang  dipakai,  sistem
        yang standard dan seragam harus dipakai untuk  menaksir
        hasil tindakan.
       
       
        PENGELOLAAN NONBEDAH
       
        Dari  riwayatnya,  sindroma terowongan  kubital  dikira
        hanya akan membaik denngan tindakan bedah. Gay dan Love
        menyatakan 'perjalanan paralisis tardy saraf ulnar khas
        dengan  progresi 'ganas', dan tidak diketahui  tindakan
        konservatif  yang memiliki manfaat  permanen'.  Laporan
        tentang  manfaat  tindakan  nonbedah  yang   mengurangi
        gejala  pada  kasus tertentu  cukup  meningkat.  Pasien
        harus mencegah kegiatan dan posisi yang menimbulkan (1)
        friksi  akibat gerak siku berulang atau  (2) peregangan
        
       
       
        Tabel                                                                   Tabel
        Skala Nilai Prabedah dan Pasca Bedah Untuk                              Klasifikasi Hasil Akhir
        Jeratan Saraf Ulnar (Gabel dan Amadio)                                  Berdasar Skor Gabel dan Amadio
        -------------------------------------------------------------------     --------------------------------------------
        Nilai  Motor               Sensori                   Nyeri              Sempurna  -  Nilai 9
        -------------------------------------------------------------------
        3      Normal              Baal (-)                  Nyeri (-)          Baik      -  Nilai 2 setiap kategori dengan
               (McGowan I)                                                                   peningkatan nilai 1 atau lebih
                                                                                             pada tiap kategori, atau
        2      Lebih lemah dari    Diskriminasi 2 titik      Nyeri                           peningkatan nilai total 4 atau
               sisi seberang       normal;                   intermiten                      lebih
                                   parestesi intermiten
                                                                                Sedang    -  Nilai kurang dari 2 pada tiap
        1      Atrofi nyata        Diskriminasi 2 titik      Nyeri menetap,                  kategori, namun nilai total
               (McGowan II)        > 6 mm;                   perlu obat                      bertambah 1-3
                                   baal menetap              intermiten
                                                                                Buruk     -  Tidak ada perubahan atau
        0      Paralisis intrin-   Diskriminasi 2 titik      Narkotik                        nilai total berkurang
               sik dengan defor-   > 10 mm;                  terus              -------------------------------------------
               mitas 'claw'        anestesia                 diperlukan
               (McGowan III)
        -------------------------------------------------------------------
       
       
        atau   kompresi  terhadap  saraf  karena  fleksi   siku
        berlebihan,  mungkin  diperlukan oleh  beberapa  pasien
        dengan  gejala  awal.  Handuk  dengan  tenunan   jarang
        diselubungkan  pada  siku yang bersangkutan  agar  siku
        tidak  terhimpit oleh badan atau kepala. Pada  beberapa
        kasus,  bidai siku dipasang dengan fleksi  yang  ringan
        (sekitar  30o  fleksi) hanya pada saat  malam  terbukti
        bermanfaat.  Dimond  serta  Lister  menganjurkan  bidai
        sepanjang  lengan.  Sayangnya data-data   hasil  terapi
        konservatif sangat terbatas untuk dinilai. 


        c. Saraf Radial
       
        Lesi  lengan proksimal jarang spontan, biasanya  karena
        trauma,  tersering  fraktura humerus.  'Saturday  night
        palsy' akibat dari kompresi saraf radial ketika  pasien
        tidur  dengan  lengan posterior  tertekan  bidang  yang
        tajam. Pasien datang dengan wrist drop dan tidak  mampu
        untuk   mengekstensikan  jari-jari.  Terjadi   gangguan
        sensori karena tempat cedera yang tinggi. 80 %  membaik
        spontan  (Gumley,  1991),  karenanya  eksplorasi  tidak
        dilakukan  dini. Bila palsi berkaitan  dengan  fraktura
        humerus, operasi dini akan bermanfaat. Saraf dibebaskan
        dari fragmen tulang atau kalus dan dilakukan anastomosa
        bila putus.
             Lesi  dengan  demielinasi pada saraf  radial  pada
        humerus  proksimal hingga tengah berakibat  pemeriksaan
        konduksi  didistal  lesi  normal  (Russel,  1991).  Tes
        proksimal  dari  lesi memperlihatkan  pengurangan  atau
        perlambatan  respons motor dibanding  stimulasi  distal
        dari lesi. Pasien dengan lesi aksonal, amplituda  motor
        dan  sensori radial berkurang dan  denervasi  ditemukan
        pada  semua otot radial yang diinervasi  didistal  dari
        otot  trisep. Perubahan EMG tidak teramati hingga  tiga
        minggu  sejak cedera.
             Saraf radial melengkung sekitar humerus  posterior
        pada  alur spiral dan memasuki aspek  anterior  lengan,
        10 sm  proksimal  epikondil lateral,  berjalan  melalui
        septum  intermuskuler  lateral  (Gumley,  1991).  Saraf
        radial  berjalan anterior sendi radiohumeral dimana  ia
        terbagi  menjadi  cabang dalam  dan  permukaan.  Cabang
        permukaan  kedistal  keotot  brakhioradialis,   memberi
        sensasi sela jari pertama sebelah dorsal.  Cabang dalam
        melintir  sekitar leher radius, berjalan  antara  kedua
        kepala  otot supinator, menuju aspek  posterior  lengan
        sebagai  saraf  interosseus  posterior.  Cabang   dalam
        mencatu  otot ekstensor pergelangan, tangan dan  jempol
        kecuali  otot  ekstensor karpi  radialis  longus,  yang
        diinervasi  cabang saraf radial sebelum  memasuki  otot
        supinator.
       
       
        1. SINDROMA TEROWONGAN RADIAL
       
        Sindroma klinis yang berhubungan dengan kompresi cabang
        dalam  saraf  radial disebut  radial  tunnel  syndrome.
        Sering  dikelirukan  dengan  'tennis  elbow'.  Sindroma
        terowongan  radial ini menyebabkan nyeri somatik  dalam
        pada  otot  ekstensor, terutama  dipacu  oleh  latihan,
        tanpa disertai gejala sensori atau motor. Empat  tempat
        yang   potensial  untuk  kompresi  adalah:   (1)   band
        fibrosa anterior dari kepala radial, (2) oleh  pembuluh
        penghubung  Henry  yang berjalan  diatas  saraf  radial
        untuk  mencatu  otot  brakhioradialis,  (3)  oleh  tepi
        tendinosa otot ekstensor karpi radialis brevis, dan (4)
        oleh  arkade Frohse, yang merupakan tepi ligamen  tajam
        kepala  superfisial  otot  supinator.  Yang   terakhkir
        adalah  daerah kompresi tersering. Tepi yang tajam  ini
        tidak  ada  pada fetus. Ia berupa  fibrotendinosa  pada
        30 %  anggota.  Spinner  mempostulasikan  bahwa  arkade
        Frohse  dibentuk  sebagai  reaksi  atas  gerak   rotari
        berulang  dari lengan. Spinner menemukan  sindroma  ini
        pada lengan dominan pada 89 % pasien. Kebanyakan pasien
        mempunyai  riwayat  trauma berulang,  seperti  dijumpai
        pada pembuat batu bata, pemasang pipa, operator  mesin,
        konduktor orkestra, dan pemain tenis. Penyebab kompresi
        lain  bisa  tumor, lipoma,  proliferasi  sinovial  pada
        artritis rematoid, atau fraktura kepala radius.
       
       
        2. TENNIS ELBOW
       
        Roles  dan Maudsley menjelaskan lingkup kelainan  mulai
        epikondilitis  lateral hingga kelemahan ekstensor  yang
        parah.  Mereka  memasukkan  juga  sindroma   terowongan
        radial.  Pada pemeriksaan, terdapat nyeri tekan  diatas
        epikondil  lateral humerus atau tepat  didistal  kepala
        radial  dimana saraf menuju otot supinator.  Penambahan
        nyeri  yang  khas  terjadi bila  ekstensi  jari  tengah
        ditahan.  Manuver  ini  akan  menegangkan  origo   otot
        ekstensor karpi radialis brevis dan selanjutnya menekan
        saraf.  Cedera  origo tendo  ekstensor  karpi  radialis
        brevis  pada epikondil lateral berhubungan dengan  epi-
        kondilitis,  tennis  elbow yang klasik.  Injeksi  lokal
        lidokain  dan  kortikosteroid  memberikan   pengurangan
        gejala yang sementara.
             Elektrodiagnostik  bisa  memperlihatkan  penundaan
        latensi  motor  dari  alur spiral  ketepi  medial  otot
        ekstensor  digitorum  komunis, namun  biasanya  normal.
        Pasien  yang  tidak membaik dengan  pencegahan  trauma,
        penggunaan  bidai,  serta  pemberian  anti-inflamatori,
        eksplorasi  dengan  dekompresi saraf  radial  permukaan
        diindikasikan.
       
       
        3. SINDROMA SARAF INTEROSSEUS POSTERIOR
       
        Berbeda dengan sindroma terowongan radial dimana gejala
        dan  temuan yang predominan adalah gangguan motor  dari
        pada  nyeri  atau  sensori.  Arkade  Frohse   merupakan
        struktur  pengkonstriksi  utama. Kelemahan  berat  otot
        yang  diinervasi  radial tampil  dengan  ketidakmampuan
        mengekstensikan jari-jari pada sendi metakarpofalangeal.
        Dorsifleksi  pergelangan  arah  dorsoradial  disebabkan
        oleh   paralisis  otot  ekstensor  karpi  ulnaris   dan
        ekstensor  digitorum  komunis.  Otot   brakhioradialis,
        ekstensor   karpi  radialis  longus,  ekstensor   karpi
        radialis  brevis,  dan supinator tidak  melemah  karena
        diinervasi oleh cabang yang timbul sebelum titik dimana
        saraf  radial masuk arkade Frohse. Pada  sindroma  ini,
        nyeri  dan  nyeri  tekan lokal  diikuti  oleh  gangguan
        motor  progresif. Bila gangguan sensori  tampil,  harus
        dipikirkan lesi yang lebih proksimal.
             Temuan elektrodiagnostik dari cedera aksonal  pada
        saraf interosseus posterior berupa hasil sensori radial
        yang  normal  (Russel, 1991).  Amplitudo  dari  respons
        motor radial normal atau berkurang pada pencatatan dari
        otot  yang  diinervasi saraf  radial distal.  Denervasi
        dijumpai  pada semua otot yang diinervasi saraf  radial
        kecuali otot triseps, brakhioradialis, ekstensor  karpi
        radialis  longus, ekstensor karpi radialis brevis,  dan
        ankoneus.
             Pasien dengan sindroma saraf interosseus posterior
        dengan temuan motor yang bermakna, diindikasikan  untuk
        eksplorasi  bedah.  Pasien dengan  perjalanan  penyakit
        yang  kurang  berat, maka istirahat, bidai,  dan  anti-
        inflamatori diindikasikan.
       
       
        4. SINDROMA WARTENBERG
       
        Jarang. Disebabkan kompresi saraf radial permukaan pada
        lengan bawaf. Khas dengan nyeri lengan bawah  proksimal
        serta  hipoestesia  diatas  jempol  dorsal.  Tidak  ada
        kelemahan.  Kompresi  biasanya disebabkan  trauma  atau
        pemakaian band yang ketat atau arloji. Temuan  elektro-
        diagnostik kelainan saraf radial permukaan terdiri dari
        hanya  gangguan  atau hilangnya respons  sensori  saraf
        radial (Russel, 1991).
       
       
       
        d. Kelainan Jeratan pada
           Saraf Supraskapuler
       
        Saraf supraskapuler adalah saraf perifer campuran  yang
        memberikan inervasi motor otot supraspinatus dan infra-
        spinatus. Tidak ada distribusi kutan, namun  memberikan
        catu  sensori kekapsula posterior sendi bahu.  Sindroma
        kompresi saraf ini adalah nyeri diaspek posterior  bahu
        dengan kelemahan dan akhirnya atrofi otot yang terkena.
        Kelemahan  dan atrofi menyebabkan kesulitan  mengangkat
        lengan  keatas kepala dan kelemahan  rotasi  eksternal.
        Kelemahan  otot  infraspinatus  jelas  karena   sedikit
        jaringan diatas otot infraspinatus. Tidak  terganggunya
        otot deltoid dan rhomboid membedakannya dari lesi  akar
        saraf C5.
             Saraf  supraskapuler  mulai  sebagai  cabang  dari
        batang  atas pleksus brakhial dan berjalan paralel  dan
        terletak  dalam  keperut  inferior  otot  omohioid.  Ia
        berjalan  dalam  ke otot trapezius  dan  melalui  takik
        supraskapuler kefossa supraspinosa. Pada takik, ligamen
        supraskapuler  menekan  saraf.  Arteria   supraskapuler
        berjalan  superfisial  keligamen.  Pada  fossa   supra-
        spinosa,  saraf selebihnya melengkung  sekeliling  tepi
        lateral taju untuk masuk ke fossa infraspinosa.  Renga-
        chary  menjelaskan bentuk takik  supraskapuler  sebagai
        berkisar  antara  takik  yang  dalam  yang  luas  serta
        foramina  tulang. Takik yang lebih kecil  lebih  sering
        terkena   kelainan  saraf  jeratan.  Freidberg,   1992,
        memperlihatkan  efek sling dimana saraf  tertekan  oleh
        tepi  inferior  yang  tajam dari  ligamen.  Foto  polos
        skapula,  yang  memperlihatkan takik,  bisa  bermanfaat
        menentukan diagnosis.
             Cedera  berulang berperan sebagai penyebab,  walau
        dapat  dijumpai pula pada cedera terbatas. Goldner  dan
        Rengachary menemukan pada pemain 'football'. Shabas dan
        Scheiber  menjelaskan kasus yang dijumpai pemakai  kruk
        yang   ukurannya  tidak  baik  dengan  penekanan   bahu
        berlebihan   disertai  ayunan  yang  berlebihan.   Juga
        berhubungan dengan melempar dan memukul pada baseball.
             Tes  konduksi belum begitu jelas  (Russel,  1991).
        Denervasi otot supraspinatus dan infraspinatus, utuhnya
        otot  paraspinal  servikal,  deltoid,  serta  rhomboid,
        konsisten dengan diagnosis tersebut.
             Clein menganjurkan pembebasan secara bebas  secara
        dini. Alasannya, serupa dengan Friedberg, adalah  nyeri
        akan  berkurang  dengan  segera,  namun  fungsi   motor
        kembali lebih lambat.
       
       
        e. Sindroma Pintu Torasik
        (Thoracic Outlet Syndrome)
       
        Merupakan  subjek yang kontroversial. Luoma  dan  Nelem
        mengemukakan  anatomi  serta  berbagai  sindroma   yang
        dikategorikan  kedalam  sindroma  ini.  Berkas   neuro-
        vaskuler brakhial berjalan melalui pintu torasik menuju
        lengan.   Pintu   torasik   dibagi   sebagai   segitiga
        intraskalen,  rongga  kostoklavikuler, dan  kanal  sub-
        korakoid.   Kebanyakan  kasus  kompresi   neurovaskuler
        terjadi pada bagian pertama karena anomali iga  pertama
        atau  oleh band fibrosa yang berjalan dari  puncak  iga
        yang tak sempurna atau prosesus tranversus C7  prominen
        ketuberkel   skalen  iga  pertama.   Kelainan   didapat
        lainnya  yang menekan pleksus brakhial  harus  diingat,
        seperti  fraktura dengan pembentukan  kalus,  aneurisma
        arteria  subklavia,  dan  tumor  (paling  sering  tumor
        Pancoast).
             Wilbourn menjelaskan lima sindroma klinis. Pertama
        adalah sindroma arterial major. Sindroma ini  berkaitan
        dengan  kelainan tulang, seperti iga servikal.  Dinding
        arterial  rusak  dan  terjadi  dilatasi   poststenotik.
        Trombus  bisa  ditemukan pada pembuluh,  lepas  sebagai
        emboli,  serta fenomena Raynaud. Keadaan ini  merupakan
        kegawatdaruratan bedah.
             Kedua adalah sindroma arterial minor. 80 %  dewasa
        berkurang atau hilang denyut radialnya saat mengangkat,
        mngabduksi,  dan merotasi eksternal  lengannya.  Dengan
        fotopletismografi saat tes provokasi pada orang normal,
        Gergoudis dan Barnes menemukan obstruksiarterial, namun
        asimtomatik  pada 60 % subjek dan  obstruksi  bilateral
        pada 33 % subjek.
             Ketiga adalah sindroma obstruksi venosa. Trombosis
        spontan vena subklavia atau aksiler bisa dijumpai  pada
        orang  muda setelah kegiatan berulang yang  berat  dari
        anggota atas. Terjadi sianosis, pembengkakan, dan nyeri
        pada  anggota. Pleksus brakhial tidak  terkena.  Klasi-
        fikasi  sindroma  ini  sebagai  jenis  sindroma   pintu
        torasik mungkin tidak tepat.
             Keempat adalah sindroma pintu torasik sesungguhnya.
        Komponen  utama  sindroma  ini  adalah  kelemahan   dan
        pengecilan  otot  intrinsik tangan. Sindroma  ini  juga
        berhubungan dengan nyeri intermiten lengan bawah medial
        dan merupakan satu-satunya sindroma pintu torasik  yang
        diterima secara luas. Temuan patologis biasanya  adanya
        band fibrosa dari iga servikal rudimenter keiga pertama
        yang menekan berkas bagian bawah pleksus brakhial. Pada
        75 % pasien, semua otot intrinsik melemah dan mengecil.
        Otot  tenar paling parah pengecilannya karena  gangguan
        pleksus  berkas  bagian  bawah  paling  parah  mengenai
        serabut  saraf  keeminens tenar. Jarang  pasien  dengan
        sindroma   pintu   torasik   neurogenik    sesungguhnya
        mengalami  penurunan  amplituda sensori  ulnar  seperti
        juga  penurunan amplituda motor median dan  ulnar  pada
        sisi yang terkena (Russel, 1991). Otot yang  diinervasi
        saraf  median, ulnar dan radial, yang  juga  diinervasi
        berkas  bagian bawah dan kord medial pleksus  brakhial,
        akan  mengalami denervasi. Tindakan  adalah  pembebasan
        secara  bedah atas band yang menjepit.  Prognosis  otot
        yang mengecil pada tangan adalah buruk.
             Kelompok   terakhir  adalah  yang   disebut   oleh
        Wilbourn  sebagai  'sindroma pintu  torasik  neurogenik
        yang diperdebatkan'. Kebanyakan operasi dilakukan untuk
        kelompok  ini. Wilbourn meyakini bahwa  kriteria  untuk
        operasi biasanya berbatas luas dan sulit. Sidroma nyeri
        adalah tanpa perubahan anatomis atau fisiologis.  Tidak
        ada temuan klinis atau laboratori yang objektif.  Hasil
        tes  elektrodiagnostik normal. Tidak ada  bukti  adanya
        kompresi  neural serius akan terjadi bila  keadaan  ini
        tidak diperbaiki. Insidens neurosis dan litigasi tinggi
        pada  kelompok ini. Rasa skeptisnya Wilbourn  diperkuat
        Cherington.  Ia  mempercayai  bahwa  moratorium   harus
        ditujukan  atas tindakan operasi pada sindroma ini.  Ia
        mencatat   komplikasi  nyata  yang   berkaitan   dengan
        operasi.
             Pada  sindroma  ini, seperti  juga  pada  kelainan
        saraf  jeratan lainnya, penilaian teliti  atas  riwayat
        dan pemeriksaan fisik serta hasil elektrodiagnosis akan
        memberikan seleksi yang baik atas pasien untuk tindakan
        dan jenis tindakan operasi yang memadai.